BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak sekali masalah
yang terjadi yang memerlukan penyelesaian. Salah satu cara untuk menyelesaikan
masalah adalah dengan melakukan penelitian.
Penelitian bertujuan untuk menemukan cara
menyelesaikan masalah, membuktikan keragu-raguan terhadap informasi atau
pengetahuan tertentu, serta untuk mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
Manfaat penelitian bagi manusia adalah untuk
memahami masalah yang terjadi dan memecahkannya, serta mengantisipasi masalah
yang belum dan akan terjadi.
Untuk bisa mendapatkan hasil yang akurat dari sebuah
penelitian, diperlukan data-data yang valid
dan reliable. Data-data tersebut
diambil dan dikumpulkan dari populasi yang menjadi sumber data. Dengan
mengambil sebagian dari populasi yang disebut sampel, seorang peneliti telah
bisa menarik kesimpulan dari hasil penelitiannya, untuk kemudian
digeneralisasikan kepada seluruh populasi.
Jumlah sampel yang diperlukan tergantung pada
tingkat kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga, dan dana. Tentu saja besar
kecilnya sampel yang diambil, bisa mempengaruhi keakuratan hasil penelitian.
Untuk bisa mengambil sampel yang tepat, diperlukan teknik-teknik yang bisa
digunakan sesuai dengan keinginan peneliti dan tujuan penelitian.
B. PERUMUSAN MASALAH
1.
Masalah apa saja yang terjadi dalam
masyarakat?
2.
Apakah yang dimaksud dengan penelitian?
3.
Apa saja tujuan dari sebuah penelitian?
4.
Apa saja manfaat dari sebuah penelitian?
5.
Apa yang dimaksud dengan populasi?
6.
Apa yang dimaksud dengan sampel?
7.
Bagaimana cara menentukan ukuran sampel
yang bisa digunakan?
8.
Seperti apa teknik-teknik dalam
pengambilan sampel?
C. PEMBATASAN MASALAH
Karena begitu banyaknya hal-hal yang dibutuhkan
dalam melakukan sebuah penelitian, namun terbatasnya waktu, tenaga, dan
pengetahuan Tim Penyusun, serta sesuai dengan tugas yang diberikan, maka Tim
Penyusun hanya membahas mengenai populasi dan sampel.
D. TUJUAN PENYUSUNAN
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
Penelitian, makalah ini juga disusun untuk :
1.
Mengetahui pengertian populasi
2.
Mengetahui pengertian sampel
3.
Mengetahui cara menentukan ukuran sampel
4.
Mengetahui teknik-teknik pengambilan
sampel
BAB II
POPULASI DAN SAMPEL
A. PENGERTIAN
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada subjek/ objek yang dipelajari,
tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki objek/subjek
tersebut. Satu orang-pun dapat dijadikan sebagai populasi, karena satu orang
itu memiliki berbagai karakteristik, misalnya gaya bicaranya, disiplin
pribadinya, hobinya, cara bergaulnya, kepemimpinannya, dll.[1]
Populasi memiliki dua status, yaitu :
1.
Sebagai subjek penelitian, yaitu jika
populasi berfungsi sebagai sumber informasi. Contohnya seperti manusia, hewan,
tumbuhan, dokumen, produk, dll.
2.
Sebagai objek penelitian, yaitu jika
populasi bukan sebagai sumber informasi, tetapi sebagai substansi yang
diteliti. Contohnya seperti kepuasan kerja, komitmen organisasional, kinerja
karyawan (manajemen SDM), perilaku konsumen, dll.
Namun
dalam penelitian tertentu, populasi bisa berstatus ganda, yaitu sebagai subjek
dan juga objek penelitian. Contohnya seperti perbedaan kinerja karyawan bank di
perusahaan publik dan swasta, perbedaan cara belajar putra dan putri, perbedaan
efektifitas mengajar antara guru laki-laki dan perempuan, dsb.[2]
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel digunakan apabila jumlah populasi
besar dan peneliti memiliki keterbatasan, baik biaya, waktu, dan juga tempat.
Apa yang dipelajari dari sampel kesimpulannya dapat diberlakukan untuk
populasi. Karena itulah, maka sampel yang digunakan harus betul-betul
representatif (mewakili) populasi, agar kesimpulan yang diambil tidak salah.[3]
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat
mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran,
artinya sampel harus valid, yaitu
bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Misalnya, kalau yang ingin diukur
adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang
Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid,
karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang
valid ditentukan oleh dua pertimbangan,
yaitu :
1.
Akurasi
atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias”
(kekeliruan) dalam sampel. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan
yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias”
atau kekeliruan adalah populasi.
Sebagai contoh, jika
ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan
sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor
yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang
diambil secara sistematis.
2.
Presisi.
Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi.
Presisi mengacu pada persoalan sedekat
mana estimasi (perkiraan) kita dengan
karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel
50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan
50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa
menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara
laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang
dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat
perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin
tinggi tingkat presisi sampel tersebut.[4]
B. MENENTUKAN UKURAN SAMPEL
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan
ukuran sampel. Jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama
dengan jumlah anggota populasi itu sendiri. Jadi, bila jumlah populasi 1000 dan
hasil penelitian itu akan diberlakukan untuk 1000 orang tersebut tanpa ada
kesalahan, maka jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi
tersebut, yaitu 1000 orang. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka
peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan sebaliknya makin kecil jumlah
sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan
umum).
Berapa jumlah anggota sampel yang paling tepat
digunakan dalam penelitian ? jawabannya tergantung pada tingkat ketelitian atau
kesalahan yang dikehendaki peneliti. Tingkat ketelitian/ kepercayaan yang dikehendaki
peneliti sering tergantung pada sumber dana, waktu, dan tenaga yang tersedia.
Makin besar tingkat kesalahan maka akan semakin kecil jumlah sampel yang
diperlukan, dan sebaliknya makin kecil tingkat kesalahan, maka akan semakin
besar jumlah anggota sampel yang diperlukan sebagai sumber data.[5] Walaupun
tidak selalu keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel bisa dijamin dengan
banyaknya jumlah sampel.[6]
Untuk menghitung jumlah anggota sampel banyak sekali
rumus yang bisa digunakan, salah satunya
adalah rumus Slovin, yaitu :
n
= N
1+ Ne2
di
mana :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Contoh :
Diketahui
jumlah populasi (N) adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki (e) adalah
5% atau sama dengan 0.05, maka jumlah sampel yang dapat digunakan adalah :
n = 125 =
95,23 dibulatkan menjadi 95[7]
1+125 (0.05)2
C. TEKNIK SAMPLING
Teknik Sampling adalah teknik pengambilan sampel.
Teknik sampling terbagi dua, yaitu :
1.
Probability
Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberi
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel[8].
Probability sampling meliputi :
a.
Simple
Random Sampling (penarikan sampel secara random
sederhana)
Yaitu cara pengambilan
anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu. Cara ini dilakukan apabila populasi dianggap homogen
(sama).[9]
Cara yang paling popular dipakai dalam proses simple random adalah dengan cara undian. Konsep dasarnya adalah bahwa setiap anggota populasi punya
peluang yang sama untuk menjadi anggota sampel. Misalnya, besar N = 500 anggota,
dan kita ingin mengambil sampel (S) = 50, maka besarnya peluang setiap anggota
populasi untuk menjadi sampel (N menjadi S) adalah S/N atau 50/500 = 1/10.
Makin besar anggota sampel yang dikehendaki, peluang itu akan semakin besar.[10]
b.
Proportionate
Stratified Random Sampling (penarikan sampel secara berstrata
yang proporsional)
Yaitu teknik yang
digunakan apabila populasi memiliki anggota/ unsur yang tidak homogen dan
berstrata (bertingkat) secara proporsional.[11]
Sebagai contoh :
seorang peneliti ingin mengetahui “Hubungan antara Motif Berprestasi dengan
Kualitas Hasil Belajar SMP X” dengan N = 3000. Peneliti dapat saja menentukan S
= 120, tanpa menentukan perbedaan strata dari anggota S tersebut. Akan tetapi
hasil penelitian akan lebih bermakna, jika N = 3000 tersebut dipilah menjadi
tiga strata, misalnya strata intelegensi tinggi (strata 1), sedang (strata 2),
dan rendah (strata 3), misalnya berdasarkan tes intelegensi didapatkan hasil
sbb :
Strata 1 = 500 orang
Strata 2 = 1.500
orang
Strata 3 = 1.000
orang
N = 3.000 orang
Berdasarkan pertimbangan
rasional, peneliti membuat rasio mengenai besarnya S untuk masing-masing strata
adalah 1 : 3 : 2, dengan anggota S = 120, maka dapat dihitung besar anggota S
adalah sbb :
Strata 1 = 1/6
x 120 = 20
Strata 2 = 3/6
x 120 = 60
Strata 3 = 2/6
x 120 = 40[12]
c.
Disproportionate
Stratified Random Sampling (penarikan sampel secara berstrata
yang tidak proporsional)
Yaitu teknik yang
digunakan bila populasi yang berstrata tetapi kurang proporsional.[13]
Misalnya dari contoh sebelumnya, hasil tes intelegensi yang di dapat adalah :
Strata 1 = 5 orang
Strata 2 = 10 orang
Strata 3 = 2.985
orang
N = 3.000 orang
Maka 5 orang dari
strata 1 dan 10 orang dari strata 2 diambil semua sebagai sampel, karena dua
kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok strata 3.
d.
Area
Sampling/Cluster Sampling (pengambilan sampel dengan
pengelompokkan)
Yaitu teknik yang
digunakan untuk menentukan sampel apabila objek yang akan diteliti atau sumber
data sangat luas, misal penduduk dari sebuah Negara, propinsi, atau kabupaten.[14]
Sebagai contoh : Sudarwan dan Hadiwinarto (1992) mengadakan penelitian mengenai
“Relevansi Program dan Rancangan Pelaksanaan Kegiatan KKN Mahasiswa Universitas
Bengkulu dengan Kepedulian Masyarakat Pedesaan”, dengan menggunakan teknik stratified random sampling, ditentukan
sampel wilayah adalah tiga kabupaten di Propinsi Bengkulu; dari tiga kabupaten
tersebut dipilih beberapa kecamatan sebagai sampel wilayah, dan dari kecamatan
tersebut dipilih beberapa desa sebagai sampel wilayah. Berdasarkan hal tersebut,
Sudarwan dan Hadiwinarto membentuk kelompok kluster dengan berbagai tingkat,
yaitu :
Kluster Tahap 1 = kabupaten
Kluster Tahap 2 = kecamatan
Kluster Tahap 3 = desa
Desa inilah yang
dinamakan kluster, yang kemudian dijadikan sebagai unsur penarikan sampel.
Desa-desa (yang ada di wilayah administratif kecamatan tertentu) ini diberi
nomor dan untuk selanjutnya dipilih secara acak sesuai dengan prosedur yang
berlaku.[15]
2.
Nonprobability
Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak
memberikan kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel.[16] Sampel
yang terpilih bisa disebabkan karena faktor kebetulan, pertimbangan peneliti
atau faktor lain yang direncanakan peneliti. Penelitian dilakukan dengan
cara ini jika peneliti tidak bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitiannya atau ketika jumlah populasinya tidak diketahui secara pasti.[17] Nonprobability sampling meliputi :
a.
Sampling Sistematis
Yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi
nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua
anggota itu diberi nomor urut, yaitu dari 1 sampai 100. Pengambilan sampel
dapat ditentukan apakah nomor ganjil saja, atau nomor genap saja, atau
kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima, maka
yang diambil sebagai sampel adalah yang bernomor 5, 10, 15,….., 100.[18]
Jika anggota
populasinya sangat besar, misal 27000 orang, dan sampel yang dikehendaki adalah
27 orang, maka peneliti harus terlebih dahulu menentukan interval dengan
formula N/S, di mana N adalah anggota populasi, dan S adalah anggota sampel.
Dengan demikian intervalnya adalah 27000/27 = 1000.
Langkah selanjutnya
adalah menentukan nomor sampel secara sistematis (berurutan) yaitu dari 1
sampai 27000, disertai nama subjek “pemilik” nomor tersebut. Bila yang terpilih
secara acak untuk menjadi angka pertama adalah angka 11, maka anggota sampel
yang terpilih berikutnya adalah 1.011, 2.011, 3.011, dan seterusnya. Perlu
diperhatikan bahwa yang dijadikan ukuran di sini adalah angka pertama yang terpilih
sebagai sampel pertama, untuk anggota sampel berikutnya bisa ditentukan dengan
perhitungan maju atau mundur. Misalnya, bila angka yang terpilih pertama adalah
25.010, maka anggota sampel berikutnya adalah 24.010, 23.010, 22.010, dan
seterusnya.[19]
b.
Sampling Kuota
Yaitu teknik untuk
menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri (kategori) tertentu
sampai kuota (jumlah) yang diinginkan.[20]
Kategori tersebut bisa berupa jenis kelamin, usia, pendidikan, dan
karakteristik lainnya. Sampel dipilih bukan secara acak, melainkan secara
subjektif peneliti, atau berdasarkan kedekatan, kesengajaan, atau faktor
lainnya. Sebagai contoh, seorang peneliti akan melakukan penelitian tentang
pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan IMB. Jumlah
sampel yang ditentukan 500 orang. Langkah pertama, peneliti memilah anggota
populasi atau N menjadi sub populasi (kategori), selanjutnya masing-masing sub
populasi mendapatkan jatah secara seimbang[21],
misalnya sub populasi ada 5 kelompok, maka masing-masing sub populasi harus
mendapatkan data dari 100 orang sehingga berjumlah 500 orang. Kalau pengumpulan
data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum
selesai, karena belum memenuhi kuota yang ditentukan.[22]
c. Incidental Sampling/Accidental Sampling.
Yaitu teknik
pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.[23]
Kata “kebetulan” di sini tidak bisa diartikan sebagai “tidak sengaja”. Misalnya
: seorang peneliti ingin mengetahui tentang “tema” sebuah sinetron; pertama
kali dia mewawancarai subjek yang dia temui, di mana subjek tersebut mungkin
saja temannya sendiri yang sama-sama menonton sinetron tersebut di tempat yang
sama. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada subjek yang lain yang
“kebetulan” menonton sinetron tersebut, sampai jumlah sampelnya dianggap
mencukupi.[24]
Teknik ini juga disebut Convenience Sampling
(sampel mudah), karena pengambilan sampel hanya didasari kemudahan.
d. Purposive Sampling
Yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu, baik atas dasar pertimbangan pribadi
peneliti, maupun pertimbangan para ahli.[25]
Sampel yang dipilih adalah subjek yang tidak hanya sebagai pelaku, tetapi juga memahami
seluk-beluk permasalahan penelitian yang menjadi fokus kerja peneliti.[26]
Misalnya : peneliti ingin meneliti tentang kualitas makanan, maka sampel sumber
datanya adalah ahli makanan.[27]
e.
Sampling Jenuh
Yaitu teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering
dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, atau kurang dari 30 orang, atau
peneliti ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah
lain sampel jenuh adalah sensus, di mana semua anggota populasi dijadikan
sampel.[28]
f.
Snowball
Sampling
Yaitu teknik
pengambilan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil (misal satu atau dua orang),
kemudian membesar, sampai peneliti memandang jumlah sampel telah memadai, dan
data yang diperlukan telah lengkap. Ibarat bola salju yang menggelinding yang
lama-lama semakin besar.[29]
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi
penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya
bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia
minta kepada sampel pertama untuk menunjukkan orang lain yang kira-kira bisa
dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum
lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita
lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta
kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya.
Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup,
peneliti bisa menghentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa
juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial
lain yang eksklusif (tertutup).[30]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Populasi
merupakan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek
dan benda-benda alam yang lain.
Jumlah
populasi yang besar tidak memungkinkan bagi peneliti untuk meneliti seluruh
populasi, untuk itulah diambil sebagian dari populasi, yang disebut sampel.
Sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik
populasi. Sampel harus valid
berdasarkan dua pertimbangan, yaitu : akurasi (ketepatan) dan presisi.
Besar
atau kecilnya sampel yang diambil menentukan besar atau kecilnya terjadi
kesalahan, namun tidak selalu sampel yang kecil menyebabkan kesalahan yang
besar pada pengambilan kesimpulan.
Teknik
sampling terbagi dua, yaitu : Probability
Sampling yang terdiri dari : Simple
Random Sampling; Proportionate Stratified Random Sampling; Disproportionate
Stratified Random Sampling; dan Area Sampling/Cluster Sampling; serta Nonprobability Sampling yang terdiri
dari : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Incidental
Sampling, Purposive Sampling, Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.
B. SARAN
Sebagai
peneliti yang akan melakukan penelitian, ada baiknya bila kita mengetahui
terlebih dahulu dan memahami benar tentang sampel, cara menghitung jumlahnya,
serta teknik pengambilan sampelnya. Agar kesimpulan yang kita ambil dari hasil
pengumpulan data anggota sampel, dapat kita tentukan seakurat mungkin, sehingga
bisa digeneralisasikan kepada keseluruhan populasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiyono,
Metode Penelitian Administrasi,
Alfabeta, Bandung, 2009
Sangadji,
Etta Mamang, dan Sopiah, Metodologi
Penelitian Pendekatan Praktis dalam
Penelitian, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2010
Danim,
Sudarwan, Metode Penelitian untuk
Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004
Hasan
Mustafa, Teknik Sampling, 2000, home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc
Carlos
Siburian, Teknik Penarikan Sampel, 16
Mei 2012, 2012/05/randomsampling.JP
[1]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 90
[2]
Dr. Etta Mamang Sangadji, M. Si., dan Dr. Sopiah, M. M., S. Pd., Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian, Penerbit ANDI,
Yogyakarta, 2010, hlm 185
[3]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 91
[4]
Hasan Mustafa, Teknik Sampling, 2000,
home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc
[5]
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 97-98
[6]
Hasan Mustafa, Teknik Sampling, 2000,
home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc
[7]
Dr. Etta Mamang Sangadji, M. Si., dan Dr. Sopiah, M. M., S. Pd., Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian, Penerbit ANDI,
Yogyakarta, 2010, hlm 189 dan http://kutukuliah.blogspot.com/2013/06/rumus-slovin-dalam-menentukan-jumlah-sampel-penelitian.html#chitika_close_button
[8]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 92
[9]
Ibid, hlm 93
[10]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 93
[11]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 93
[12]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 93
[13]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 93
[14]
Ibid, hlm 94
[15]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 97-98
[16]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 95
[17]Carlos
Siburian, Teknik Penarikan Sampel, 16
Mei 2012, 2012/05/randomsampling.JP
[18]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 95
[19]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm 95-96
[20]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 95
[21]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm 99
[22]
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 96
[23]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 96
[24]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 99
[25]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 96
[26]
Prof. Dr. Sudarwan Danim, Metode
Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku, Bumi Aksara, Jakarta, 2004, hlm 98
[27]
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 96
[28]
Prof. Dr, Sugiyono, Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Bandung, 2009, hlm 96
[29]
Ibid, hlm 97
[30]
Hasan Mustafa, Teknik Samping, 2000, home.unpar.ac.id/~hasan/SAMPLING.doc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar